Mengapa
Enron, salah satu raksasa energi Amerika Serikat, dapat mencapai pertumbuhan
yang fenomenal dalam waktu singkat, kemudian jatuh bangkrut dalam waktu yang
singkat pula? “Ilmu” apakah yang dipakai Jeff Skilling, si jenius lulusan
Harvard Business School dan mantan konsultan firma terkemuka McKinsey untuk
mencapai semua itu? Jawabnya: akuntansi. Siapakah yang “melindungi” dan meng-approve
praktik akuntansi Enron sebelum terungkap? Tak lain adalah akuntan publik
Arthur Andersen.
Akuntansi
merupakan satu-satunya bahasa bisnis utama di pasar modal. Tanpa standar
akuntansi yang baik, pasar modal tidak akan pernah berjalan dengan baik pula
karena laporan keuangan merupakan produk utama dalam mekanisme pasar modal.
Efektivitas dan ketepatan waktu dari informasi keuangan yang transparan yang
dapat dibandingkan dan relevan dibutuhkan oleh semua stakeholder
(pekerja, suppliers, customers, institusi penyedia kredit, bahkan
pemerintah). Para stakeholder ini bukan sekadar ingin mengetahui
informasi keuangan dari satu perusahaan saja, melainkan dari banyak perusahaan
(jika bisa, mungkin dari semua perusahaan) dari seluruh belahan dunia untuk
diperbandingkan satu dengan lainnya.
Pertanyaannya,
bagaimana kebutuhan ini dapat terpenuhi jika perusahaan-perusahaan masih
menggunakan bentuk dan prinsip pelaporan keuangan yang berbeda-beda? International
Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial
Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi
berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi penilaian
profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan transparan
mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai kesimpulan
tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian, pengguna
laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan entitas
antarnegara di berbagai belahan dunia.
Implikasinya,
mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang akan
membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu perusahaan
akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS dalam laporan
keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS
mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Di
dunia internasional, IFRS telah diadopsi oleh banyak negara, termasuk
negara-negara Uni Eropa, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Australia. Di kawasan
Asia, Hong Kong, Filipina dan Singapura pun telah mengadopsinya. Sejak 2008,
diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar
dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan
mempresentasikan laporan keuangannya.
Dalam
konteks Indonesia, konvergensi IFRS dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya saing nasional.
Perubahan tata cara pelaporan keuangan dari Generally Accepted Accounting
Principles (GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS
akan menjadi “kompetensi wajib-baru†bagi akuntan publik, penilai (appraiser),
akuntan manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Mampukah para pekerja accounting
menghadapi perubahan yang secara terus-menerus akan dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan pasar global terhadap informasi keuangan? Bagaimanakah persiapan
Indonesia untuk IFRS ini?
Sejak
2004, profesi akuntan di Indonesia telah melakukan harmonisasi antara PSAK/Indonesian
GAAP dan IFRS. Konvergensi IFRS diharapkan akan tercapai pada 2012.
Walaupun IFRS masih belum diterapkan secara penuh saat ini, persiapan dan
kesiapan untuk menyambutnya akan memberikan daya saing tersendiri untuk entitas
bisnis di Indonesia.
Dengan
kesiapan adopsi IFRS sebagai standar akuntansi global yang tunggal, perusahaan
Indonesia akan siap dan mampu untuk bertransaksi, termasuk merger dan akuisisi
(M&A), lintasnegara. Tercatat sejumlah akuisisi lintasnegara telah terjadi
di Indonesia, misalnya akuisisi Philip Morris terhadap Sampoerna (Mei 2005),
akuisisi Khazanah Bank terhadap Bank Lippo dan Bank Niaga (Agustus 2005),
ataupun UOB terhadap Buana (Juli 2005). Sebagaimana yang dikatakan Thomas
Friedman, “The World is Flat”, aktivitas M&A lintasnegara bukanlah
hal yang tidak lazim. Karena IFRS dimaksudkan sebagai standar akuntansi tunggal
global, kesiapan industri akuntansi Indonesia untuk mengadopsi IFRS akan
menjadi daya saing di tingkat global. Inilah keuntungan dari mengadopsi IFRS.
Bagi
pelaku bisnis pada umumnya, pertanyaan dan tantangan tradisionalnya: apakah
implementasi IFRS membutuhkan biaya yang besar? Belum apa-apa, beberapa pihak
sudah mengeluhkan besarnya investasi di bidang sistem informasi dan teknologi
informasi yang harus dipikul perusahaan untuk mengikuti persyaratan yang
diharuskan. Jawaban untuk pertanyaan ini adalah jelas, adopsi IFRS membutuhkan
biaya, energi dan waktu yang tidak ringan, tetapi biaya untuk tidak
mengadopsinya akan jauh lebih signifikan. Komitmen manajemen perusahaan
Indonesia untuk mengadopsi IFRS merupakan syarat mutlak untuk meningkatkan daya
saing perusahaan Indonesia di masa depan.
Sumber : http://swa.co.id
Pendapat
:
IFRS
merupakan standar global, hampir 120 negara sudah mengaplikasikannya. Penetapan
IFRS sebagai standar di Indonesia tentu akan menjadi pasar baru untuk investor
asing ke Indonesia dan akan menjadikan Indonesia sebagai tempat investasi yang
besar. Semoga dengan penetapan system akuntansi yang baru ini ada manfaatnya
bagi perusahaan-perusahaan di Indonesia dan lebih mudah untuk
kepentingan-kepentingan bagi pengguna laporan keuangan lintas negara.
kita juga punya nih jurnal Akuntansi, silahkan dikunjungi dan dibaca , berikut linknya http://repository.gunadarma.ac.id/bitstream/123456789/2196/1/Analisis%20dan%20Desain%20Sistem%20Informasi%20Akuntansi%20Pada%20Usaha%20kecil%20dan%20Menengah%20(Studi%20Kasus%20Pada%20CV%20Smart%20Teknologi%20Indonesia003.pdf
BalasHapussemoga bermanfaat yaa :)